Selasa, 02 Agustus 2011

Jangan Berbuka Puasa Dengan Yg manis-manis..!!!

Rasulullah mencontohkan buka puasa
dengan kurma atau air putih, bukan yang
manis-manis.
Originally Posted by Anas bin Malik
“Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab
(kurma yang lembek) sebelum shalat, jika
tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka
dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak
ada kurma kering beliau meneguk air.
(Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)
Nabi Muhammad Saw berkata : “Apabila
berbuka salah satu kamu, maka hendaklah
berbuka dengan kurma. Andaikan kamu
tidak memperolehnya, maka berbukalah
dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.”
Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma.
Kalau tidak mendapat kurma, beliau berbuka
puasa dengan air. Samakah kurma dengan
‘yang manis-manis’? Tidak. Kurma, adalah
karbohidrat kompleks (complex
carbohydrate). Sebaliknya, gula yang
terdapat dalam makanan atau minuman
yang manis-manis yang biasa kita konsumsi
sebagai makanan berbuka puasa, adalah
karbohidrat sederhana (simple
carbohydrate).
Darimana asalnya sebuah kebiasaan berbuka
dengan yang manis? Tidak jelas. Malah
berkembang jadi waham umum di
masyarakat, seakan-akan berbuka puasa
dengan makanan atau minuman yang manis
adalah ’sunnah Nabi’. Sebenarnya tidak
demikian. Bahkan sebenarnya berbuka
puasa dengan makanan manis-manis yang
penuh dengan gula (karbohidrat sederhana)
justru merusak kesehatan.
Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini,
bahwa berbuka puasa ‘disunnahkan’ minum
atau makan yang manis-manis. Sependek
ingatan saya, Rasulullah mencontohkan buka
puasa dengan kurma atau air putih, bukan
yang manis-manis.
Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu
manis. Kurma segar merupakan buah yang
bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori
rendah, sehingga tidak menggemukkan
(data di sini dan di sini). Tapi kurma yang
didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-
kemasan di bulan Ramadhan sudah berupa
‘manisan kurma’ (preserved with sugar),
bukan lagi kurma segar. Manisan kurma ini
justru ditambah kandungan gula yang
berlipat-lipat kadarnya agar awet dalam
perjalanan ekspornya. Jadi, kalau mau
mengikuti sunnah Rasulullah, sebisa
mungkin carilah kurma segar yang tanpa
ditambahkan kandungan gulanya. Caranya?
Nggak tau. Metik dari pohonnya, kali?
Kenapa berbuka puasa dengan yang manis
justru merusak kesehatan?
Ketika berpuasa, kadar gula darah kita
menurun. Kurma, sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah, adalah karbohidrat
kompleks, bukan gula (karbohidrat
sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk
menjadi glikogen, perlu diproses sehingga
makan waktu. Sebaliknya, kalau makan yang
manis-manis, kadar gula darah akan
melonjak naik, langsung. Bum. Sangat tidak
sehat. Kalau karbohidrat kompleks seperti
kurma asli, naiknya pelan-pelan.
Mari kita bicara ‘indeks glikemik’ (glycemic
index/GI) saja. Glycemic Index (GI) adalah laju
perubahan makanan diubah menjadi gula
dalam tubuh. Makin tinggi glikemik indeks
dalam makanan, makin cepat makanan itu
dirubah menjadi gula, dengan demikian
tubuh makin cepat pula menghasilkan
respons insulin.
Para praktisi fitness atau pengambil gaya
hidup sehat, akan sangat menghindari
makanan yang memiliki indeks glikemik yang
tinggi. Sebisa mungkin mereka akan makan
makanan yang indeks glikemiknya rendah.
Kenapa? Karena makin tinggi respons insulin
tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak.
Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling
dihindari mereka.
Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu
langsung dibanjiri dengan gula (makanan
yang sangat-sangat tinggi indeks
glikemiknya), sehingga respon insulin dalam
tubuh langsung melonjak. Dengan demikian,
tubuh akan sangat cepat merespon untuk
menimbun lemak.
Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada
seorang sufi yang diberi Allah ‘ilm tentang
urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau,
bila berbuka puasa, jangan makan apa-apa
dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat
maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti
biasa. Jangan pernah makan yang manis-
manis, karena merusak badan dan bikin
penyakit. Itu jawaban beliau. Kenapa bukan
kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma
yang ada di Indonesia adalah ‘manisan
kurma’, bukan kurma asli. Manisan kurma
kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat
banyaknya.
Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat
kompleks. Perlu waktu untuk diproses dalam
tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh
juga tidak melonjak. Karena respon insulin
tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh
untuk menabung lemak juga rendah.
Inilah sebabnya, banyak sekali orang di
bulan puasa yang justru lemaknya
bertambah di daerah-daerah penimbunan
lemak: perut, pinggang, bokong, paha,
belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu
karena langsung membanjiri tubuh dengan
insulin, melalui makan yang manis-manis,
sehingga tubuh menimbun lemak, padahal
otot sedang mengecil karena puasa.
Pantas saja kalau badan kita di bulan
Ramadhan malah makin terlihat seperti
‘buah pir’, penuh lemak di daerah pinggang.
Karena

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More